Dekan FISIP UR, Syafri Harto


Di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)  Universitas Riau (UR), nama Syafri Harto tentu tidak asing lagi. Ya, beliau merupakan Dekan FISIP yang memimpin sejak 2014 lalu. Figurnya yang ramah membuat sosok yang satu ini begitu dekat dengan mahasiswa. 

Berada di posisi yang diduduki saat ini tentu bukanlah perkara mudah. Ia juga mengalami jatuh bangun hingga akhirnya berdiri tegap hingga seperti sekarang. Kisah hidup Syafri Harto menjadi salah satu perjalanan panjang yang menginspirasi. Tentunya patut ditiru oleh para mahasiswanya kini. Seperti apa kisah hidupnya? Berikut ulasannya.

‘Gunakan hidup ini agar bermanfaat untuk orang banyak’ begitulah motto hidup Syafri Harto.Putra pasangan H. Agus Salim dan Hj. Nurdiah ini lahir pada 13 September 1967.  Ternyata saat kecilnya Ia sudah dididik menjadi pribadi mandiri dan tidak manja. Waktu luangnya justru dihabiskan untuk  belajar dan membantu orang tua.

Masa kecil Syafri dihabiskan di lubuk jambi yang dulunya bernama Indragiri Hulu sebelum terpisah menjadi kabupaten Kuantan Singingi. Penghargaan sebagai siswa teladan kerap Ia dapatkan atas kerja keras dan kedisiplinan yang Ia dan keluarga terapkan. 

Seorang Leader yang Mandiri


Semasa kecil Syafri dikenal sebagai seorang anak berbadan kecil dan bersuara lantang. Hal itu membuatnya dipercaya oleh guru untuk memimpin dalam berbagai hal. Baik dalam kegiatan baris - berbaris maupun dalam proses belajar.

Predikat juara umum pun tak pernah lepas dari genggamannya. Banyak temannya yang ingin tahu bagaimana cara belajar si jenius berwajah tampan ini. Ternyata, merangkum materi-materi penting tiap mata pelajaran melalui buku yang ia pinjam di perpustakaan menjadi strateginya dalam belajar dan tak satupun temannya yang tahu. Buku “keramat” ini selalu dibacanya di rumah dan tak pernah dibawa ke sekolah.

Memimpin bukan bidang baru bagi Syafri. Saat berumur masih sangat muda, kala ia duduk di bangku kelas lima Sekolah Dasar (SD), ia sudah dipercaya untuk menjabat sebagai ketua Osis. Saat di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), ia pun dipercaya untuk mengisi posisi yang sama.

Beranjak remaja, Syafri memutuskan untuk melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di salah satu sekolah favorit yang hanya ada delapan di Indonesia. Tepatnya di sekolah Menengah Persiapan Pembangunan (SMPP) 49 yang saat ini lebih dikenal dengan SMAN 8 Pekanbaru.

Strategi belajar yang dahulu Syafri terapkan di SD dan SMP telah lebih dulu diterapkan oleh anak-anak di kota serta adanya kegiatan bimbingan belajar. Sehingga ia tertinggal dalam bidang eksakta, hal ini tak lantas membuatnya menyerah. Ketekunan dalam belajar menghantarkannya menjadi jawara pada semester awal. Syafri yang sudah terbiasa melakukan segala hal sendiri semakin mandiri karena hidup jauh dari kedua orangtuanya. 

Hidup itu Pilihan

Tamat SMA, Syafri kuliah di jurusan Hubungan Internasional (HI) FISIP UR. Di jenjang ini pun ia tak bisa lepas dari organisasi. Bergabung dengan Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) semakin menjadikannya sebagai pribadi yang tangguh.

Saat teori perkuliahan habis, Syafri ditawarkan untuk menjadi dosen. Sekali melompat dua tiga pulau terlampaui. Ia perna melamar sebagai selles di salah satu PT bidang alat pengaman kompor gas.

Keinginan Syafri untuk mengurangi beban orangtua membuatnya giat menjalani berbagai kegiatan. Walaupun banyak kegiatan yang ia geluti namun hal itu tak mengganggu nilai kuliahnya. Terbukti, saat kelulusan gelar sarjananya ia berhasil meraih gelar cumlaude. Pada Strata dua, Syafri juga mendapatkan predikat cumlaude dengan nilai 3,98. Ia terkenang betapa besar usaha yang ia lakukan untuk kuliah mengingat biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.

‘’Permasalahan pada saat itu sudah pasti biaya tetapi Alhamdulillah selalu ada yang membantu saya. Saya selalu menjaga hubungan dengan siapapun terutama dalam hubungan persahabatan. Persahabatan yang kita bina pada suatu ketika akan bisa kita manfaatkan,” kenangnya.

Tak lama setelah itu, Syafri bergabung dengan salah satu perusahaan yang ada di kota Pekanbaru selama 14 tahun. Ia mendapatkan jabatan sebagai manajer pada saat itu. Ketika Drs. H. Ali Yusri, MS terpilih menjadi Dekan FISIP UR, ia ditawarkan untuk membantu menjalankan program kerja sebagai PD III FISIP.

Panggilan jiwa membuat Syafri memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai manajer dan menerima ‘pinangan’ sebagai PD III.

‘’Walaupun berat rasanya tetapi hidup memang penuh dengan pilihan. Seberat apapun harus dijalanani. Jika kedua jalan tersebut terus dijalani secara bersamaan, mungkin salah satu akan hancur. Maka saya berpikir inilah jalan saya,” ungkapnya.

Banyak sekali suka duka selama menjabat sebagai PD III. Syafri menjelaskan bukan pekerjaan yang mudah. Karena ia harus mengurus banyak pihak dimana mobilitasnya tinggi, pemikirannya banyak, serta penuh dengan idealisme.

‘’Mungkin orang menganggap gampang menjabat sebagai PD III, lihat dulu, bisa atau tidak mengelola orang hidup karena masing-masing pekerjaan itu punya resiko. Tetapi apapun yang kita lakukan pasti ada saja yang tidak suka, itu wajar. Jangan anggap kritikan sebagai suatu hambatan, harusnya bangga. Artinya masih ada yang perhatian dan kita bisa perbaiki. Itu prinsip saya,” jelasnya.  

Melanjutkan Cita Pendahulu

Kepada Tekad, Syafri mengenang masa ia menjadi mahasiswa. Saat itu mahasiswa FISIP sangat sedikit tetapi bisa menggelar berbagai kegiatan besar. Hal ini dikarenakan rasa kekeluargaan yang begitu besar di FISIP. Walaupun dana kegiatan tidak mencukupi namun kepedulian Rektor, Dekan, PD, maupun Ketua  Jurusan pada saat itu sangat besar. Sehingga masalah dana dapat teratasi.

Syafri mengaku miris melihat kondisi saat ini. Menurutnya, saat ini  rasa kebersamaan di kampus telah hilang. Oleh sebab itu, ia berkeinginan untuk  memciptakan kembali rasa kebersamaan tiap angkatan dari setiap jurusan maupun fakultas.

‘’Saat ini sudah terkotak-kotak. Artinya kita tidak lagi memikirkan bagaimana cita-cita pendiri UR terdahulu. Saya ingin sekali mengembalikan cita-cita terdahulu. Serta membangun UR, khususnya FISIP secara bersama-sama. Siapapun pemimpinnya asalkan sama-sama membangun, pasti maju,” ungkap Syafri mengakhiri.***
Siti Maryam
Share on Google Plus

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar