Oleh: Vindriana Adios
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UR 2013

Sebelum sosial media marak digunakan, celebrity merupakan salah satu golongan yang selalu diekspos media, diidolakan, memiliki karakter yang diimpikan orang banyak, dan dianggap memiliki hidup yang sempurna. Hal ini membuat siapa saja bermimpi untuk berada di posisinya. Terpaan media terhadap kehidupan selebriti yang identik dengan glamoritas membuat siapa saja menginginkan hal serupa terjadi dalam hidupnya. Sehingga ketika sosial media hadir di tengah masyarakat awam, dengan fitur yang memungkinkan siapa saja mengelola media nya dan menjadikan dirinya sebagai pemeran utama dalam mengekspos dirinya. Hal ini menjadikan sebagian besar orang ingin meraih eksistensi layaknya selebriti.
Selain itu fitur yang tak pernah absen disosial media manapun adalah fitur like dan comment. Fitur ini mengajarkan pengguna untuk mendapatkan kepuasan pribadi dengan mendapatkan like dan komentar pujian sebanyak-banyaknya. Hal ini yang menjadi tolak ukur eksistensi atau sense of celebrity seseorang berkembang. Sehingga jelaslah bahwa kehidupan disosial media menjadikan seseorang secara langsung atau tak langsung menjalankan konsep kehidupan layaknya selebriti. Dari segi ekspos media dengan komen dan like yang sekaligus menjadi lambang eksistensi si pengguna.
Hasrat ingin populer dimiliki oleh hampir seluruh pengguna, baik terpendam atau yang direalisasikan secara frontal. Hasrat tersebut terjadi akibat pola komunikasi dan aturan main dalam sosial media yang membuat Star syndrom itu muncul. Star syndrom sendiri diartikan sebagai keinginan didalam hati seseorang untuk populer layaknya seorang bintang. Keaktfan seseorang dalam menggunakan sosial medianya menunjukkan ada sebuah keinginan untuk terus diekspos dan meningkaykan eksistensi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa meningkatnya Star syndrom diakibatkan maraknya penggunaan sosial media. Gaya hidup dalam global village yang memunculkan keinginan untuk populer bagi penggunanya.
0 komentar:
Posting Komentar