Opini Genny Gustina: Wakil Rakyat yang Merakyat

Oleh: Genny Gustina Sari
gennygustina@gmail.com
Siapa yang menyangka kota Bandung akan berubah drastis seperti sekarang? Saya pribadi yang sempat mengenyam pendidikan selama 2 tahun di Bandung juga tidak kalah kagetnya, saat mendengar cerita sahabat yang tinggal disana.

Perubahan ini tidak lepas dari kebijakan dan campur tangan Walikota Bandung, Ridwan Kamil. Ridwan Kamil adalah seorang arsitek tamatan Institut Teknologi Bandung dan University of California, Berkeley. Sebagai seorang arsitek, tentu tidak mengherankan jika beliau mampu menyulap kota Bandung menjadi salah satu kota yang sangat indah dan rapi di Indonesia. Yang menarik perhatian saya justru pada sosoknya yang kharismatik namun bersahaja. Sosok pemimpin yang  dicintai warganya. Mungkin, kalimat tersebut tepat disandangkan pada sosok Walikota muda ini.

Memang bahwasannya tidak semua pemimpin memiliki kemampuanseperti ini. Namun yang pasti, setiap pemimpin memiliki peranan yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan pencapaian tujuan bersama, terlebih dalam perkembangan global dimana terjadi interaksi antarbudaya dewasa ini. Namun, disadari pula tentunya bahwa tidak mungkin seorang pemimpin dapat dan mampu menyenangkan dan memenuhi kebutuhan semua pihak. Melainkan, ada prioritas dan skala tertentu yang dibuat demi tercapainya tujuan bersama.Bahkan tidak jarang usaha tersebut membutuhkan kesediaan untuk melakukan perubahan. Walau tidak sedikit pula masyarakat yang sudah terlanjur nyaman dengan kondisi yang ada sehingga menolak perubahan. Singkatnya, hal ini menjadi PR besar bagi setiap pemimpin manapun.

Dengan potret masyarakat Indonesia dewasa ini, lantas, bagaimana tipe pemimpin yangbenar-benar dibutuhkan masyarakat sendiri?

Tentu bervariasi jawabannya. Ada yang mengatakan bahwa tipe kepemimpinan A-hok sebagai Gubernur Jakarta adalah yang paling tepat, meskipun tidak sedikit yang kemudian menyayangkan sikap arogan dan retorikanya yang dianggap “pasaran”. Ada pula golongan yang beranggapan bahwa Ridwan Kamil adalah sosok pemimpin yang dirindukan rakyat. Walautidak sedikit juga yang menyayangkan sikap rendah hati dan merakyatnya akan menurunkan wibawa dirinya sebagai seorang pemimpin.

Idealnya, pemimpin yang benar akan selalu berusaha secara maksimal memenuhi kebutuhan dan merancang kebijakan demi kebaikan rakyatnya. Karena sebagai pemimpin yang dipercaya mengurusi penyelenggaraan negara, pemimpin harusnya bersikap wajar. Artinya, pemimpin harus disibukkan dengan urusan kemasyarakatan, bukan memikirkan jabatan atau kepentingan golongannya.

Namun nyatanya, hingga saat ini belum ada pemimpin Indonesia yang mampu memposisikan masyarakat sebagai subjek.  Situasi pun berkelanjutan dan timbul anggapan bahwa rakyattetap akan sabar dan tidak cakap untuk mengetahui dan mengawasi kebijakan yang dibuat. Pendekatan apapun yang dipilih, saya rasa tidak menjadi masalah. Masalahnya masyarakat kita ternyata terlalu tidak sabaran dan rajin membanding-bandingkan pemimpinnya. Namun, tidak pula muncul jawaban akan hadirnya sosok pemimpin idaman tersebut. Sikap apatis ini menjadi PR besar lainnya para penyelenggara negara saat ini. Bagaimana masyarakat akan manut dan patuh pada pimpinan jika pimpinan seolah acuh dan tidak memperhatikan kebutuhan rakyatnya.
Saya kira, tanpa  maksud membandingkan apalagi menjelek-jelekkan salah satu figur pemimpin di Indonesia. Mengapa Ridwan Kamil mampu membawa kota Bandung menjadi kota besar yang indah dan memiliki fasilitas ruang publik yang memadai? Kemampuan beliau menghadirkan dirinya secara utuh sebagai problem solver bagi warganya menjadi salah satu daya tarik. Tidak ada batasan, warga menjadi teman baginya dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sebagai contoh, saya melihat beberapapostingan di Instagram  atau twitter Ridwan Kamil yaitu @ridwankamil. Ada sesekali warga kota Bandung mengirim pesan berupa  curhatan mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, namun oleh walikota, semua ditanggapi satu persatu. Hal semacam inilah yang  menurut saya tidak dimiliki oleh pemimpin lainnya.

Masih di akun instagramnya, saya melihat bagaimana beliau mengusung konsep easy going dalam berkomunikasi. Toh, bukankah komunikasi yang efektif adalah komunikasi sama makna? Artinya, apapun kebijakan yang beliau buat selama mendapat dukungan dari warganya maka urusan akan selesai. Hal ini terbukti lewat berbagai kesuksesan yang diraih kota Bandung saat ini. Diantaranya dengan kesuksesan konferensi Asia Afrika, masuknya Kota Bandung sebagai salah satu dalam jaringan kota kreatif dari UNESCO pada 11 Desember 2015 lalu, mendapat penghargaan Urban Leadership award, dan baru-baru ini mendapat penghargaan stayalencana kebaktian social dari Prseiden Jokowi.

Menurut Victor S.L Tan dalam Wibowo (2011:317), ada delapan kelemahan pimpinan yang harus diperhatikan oleh setiap pemimin, yaitu; (1) pemimpin yang tidak menyimak, (2) yang tidak menjalankan apa yang dikatakannya, (3) pemimpin yang mempraktikkan favoritism, (4) pemimpin yang mengintimidasi, (5)pemimpin yang mendemoralisasi, (6) pemimpin yang gagal menciptakan arah, (7)pemimpin yang tidak mengembangkan orangnya dan (8) dan pemimpin yang puas dengan dirinya. Delapan kelemahan ini merupakan momok menakutkan yang seyogyanya  dihayati bagi setiap pimpinan di Indonesia agar tidak terjadi praktek penyalahgunaan jabatan dan wewenang.

Walau kota Bandung menduduki posisi ke-2 sebagai smart city dibawah kota Surabaya, namun tetap sebuah pencapaian yang berarti bagi kota Bandung. Adapun kesimpulan yang perlu ditarik dari peristiwa ini  adalah, pemimpin yang baik adalah yang mampu menjalin komunikasi efektif dengan warga dan menunjukkan integritas tinggi dalam upaya mewujudkan kepentingan bersama. Saya melihat sudah saatnya jiwa dan mental suka mengkritik diganti dengan jiwa dan mental gotong royong dalam mewujudkan setiap kebijakan baik dari pimpinan bukan malah menghujat atau menghancurkannya.
                                                          Penulis adalah Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi
                                                          Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
                                                          Universitas Riau

Referensi :
Subiakto, Henry dan Rachmah Ida.  Komunikasi Politik, Media & Demokrasi. 2012. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Wibowo. Budaya Organisasi. 2011. Jakarta : Raja Grapindo Persada.
Share on Google Plus

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar